“ Sebab bintang
bintang dan gugusan gugusannya di langit tidak akan memancarkan cahayanya,
matahari akan menjadi gelap pada waktu terbit, dan bulan tidak akan memancarkan
sinarnya “ ( yesaya 13:11 )
Kadang dunia menjadi sangat menakutkan untuk di huni, kadang
dunia begitu sadis untuk di singgahi, begitu kejinya manusia beraklak
kini,-semakin bertumbuh dan berkembang semakin menuah bumi di pijak,-pikiran
dan hati semakin kelam
Negara menginjak rakyat,- rakyat menghakimi rakyat, tak
adalagi kebenaran di mata, semuanya hanya ego yang terlintas,- dirinya
mengganggap sampah yang lain, dirinya menganggap hina yang lain, menghujat,
memaki bahkan membunuh hanya untuk nilai kebenaran semu
Akhir akhir ini dunia di landa awan kelam,- bahkan di tempat
ku berpijakpun semakin berdentang genderang perang,-kaum yang mengatas namakan
kebenaran tumbuh dan berkembang, melakukan segalah aksi keji yang di anggap
adil, mencaci menghina bahkan rela membunuh demi satu nama yang di agungkan
ALLAH
Apakah dunia begitu keji…? Atau manusia terlampu serakah..?
Sahabat ku sekalian yang saya cinta dalam Kristus, Yesus
mengajarkan kepada kita kasih, cinta dan saling memaafkan, kita tidak boleh
menghukum ataupun menghakimi orang lain, kita di ajarkan untuk hidup sederhana
dan membantu sesame manusia, tampa
memandang siapa dirinya, siapa agamanya dan dari mana asalnya
Biarkan Allah yang
menghakimi ,-biarkan Allah yang memutus kebenarannya,-karena Dia adalah sumber
dari segalah kebenaran itu
Kisah dibawah ini adalah kisah lalu, tak sengaja saya
menemukannya saat sedang memeriksa email saya,-ketika membaca cerita ini, saya
merasakan begitu besarnya Kuasa Allah tak ada yang bias menandinginya, Dan merupakan
suatu kebanggaan tersendiri buat saya, suatu kebahagian untuk terus dan terus
memuji, memuliakan dan mengagungkan nama Tuhan
BANDA ACEH Saya
tercengang ketika menyaksikan sebuah bangunan tua masih berdiri kokoh, padahal
rumah-rumah warga di sekitarnya hancur tersapu oleh gelombang tsunami yang maha
dahsyat pada Minggu, 26 Desember 2004. Bangunan kuno itu tak lain adalah Gereja
Hati Kudus, gereja Katolik yang ada di Banda Aceh.
Gereja itu terletak hanya 10 meter dari Sungai Krueng Aceh,
sungai yang membelah Kota Banda Aceh dan membawa air ke darat pada saat
gelombang tsunami menerjang Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Saya lebih terkesiap lagi saat mengetahui bahwa Pastor
Ferdinando Severi, pastor di Gereja Hati Kudus yang berasal dari Italia dan
berwarga negara Indonesia ,
ternyata juga selamat. Pada hari Minggu hitam ketika bencana terjadi, ia sedang
berada di Meulaboh, Aceh Barat, untuk melayani umat. Ia berangkat ke Meulaboh
hari Sabtu (25/12).
Menurut sumber SH, banyak orang Nasrani yang membuka posko
di lapangan Neusu dan di kawasan Matai. Namun, SH belum menemukan data berapa
jumlah korban dari kaum Nasrani.
Lantas saya pun teringat oleh kidung damai yang dilantunkan
di gereja tersebut setahun lalu. Petang itu, pada Misa Natal 24 Desember 2003,
lantunan Adzan Magrib bergema dari Tugu Daerah Modal yang menjadi Menara Utama
Masjid Raya Baiturrahman, sekitar seratus meter dari gereja.
Di gereja yang dibangun oleh kolonial Belanda itu, ratusan
umat Katolik, beberapa di antaranya berseragam biru tua (anggota Brigade
Mobil), memasuki gerbang gereja dengan nyanyian puji-pujian sambil memegang
lilin. Prosesi Misa pun berlangsung khidmat.
Perayaan Natal malam ini kita persembahkan untuk perdamaian
di Aceh, ungkap Ferdinando Severi dari altar Gereja Hati Kudus. Dalam pesan Natal itu, Ferdinando
menyatakan sudah sepatutnya umat Kristiani bersyukur dan bergembira karena diberi
kesempatan untuk bernatal.
Pastor paroki yang membawahi zona Meulaboh Aceh Barat,
Takengon Aceh Tengah dan Lhokseumawe Aceh Utara itu, mengingatkan dalam kondisi
Aceh yang masih labil, umat Kristiani masih diberi kesehatan untuk berkumpul di
gereja yang didirikan oleh kolonial Belanda pada tahun 1926 ini.
Gereja Hati Kudus dibangun sekitar tahun 1926 (diresmikan
pemakaiannya 26 September 1926). Gereja kecil dengan dinding berwarna krem itu,
memakai ornamen kaca warna-warni dan keramik empat warna. Letaknya berada tepat
di depan Markas Komando Daerah Militer Iskandar Muda. Gedung Kodam itu dulunya
bagian dari gereja, ujar Pastor Ferdinando.
Keberadaan gereja dan umat Kristen di Serambi Mekkah ini
tidak terlepas dari pendudukan Belanda. Diawali pembangunan Kapel Hati Kudus
sekitar tahun 1885 dengan pastor pertamanya, Pastor Henricus Verbraak, SJ, yang
tentara Belanda.
Seiring berjalannya waktu, jumlah jemaat gereja ini
bertambah dan berubah; bukan lagi tentara, melainkan masyarakat sipil pribumi
dan pegawai pemerintah serta pedagang warga Tionghoa. Pada tahun 1970-an,
jumlah jemaat gereja ini mencapai 800 orang, melampaui kapasitas gereja yang
hanya mampu menampung 400 orang.
Dalam setiap misanya, Pastor Ferdinando mengaku selalu
meminta jemaatnya memohonkan perdamaian di Aceh dan mendoakan perdamaian bagi
korban yang jatuh akibat konflik ini. Kecintaan Pastor Ferdinando terhadap Aceh
dibawanya ke mana pun ia melangkah, bahkan saat ia menjalani operasi bypass
jantung di Italia bulan November lalu.
Saya operasi bypass sampai tiga kali. Saat masuk kamar
operasi, saya berdoa, Tuhan, kupersembahkan hidupku untuk orang-orang Aceh dan
selamatkanlah mereka. Selesai operasi, saya langsung pulang ke Aceh. Saya tidak
tahan (cuaca) dingin di Italia, ujarnya.
Namun dalam kotbah Misa Natal 24 Desember 2003 lalu ia
mengatakan, di Aceh setiap hari ada tujuh atau delapan orang meninggal akibat
konflik. Ini sangat menyedihkan. Mari kita berdoa bagi keselamatan
korban-korban konflik di Aceh. Sebab Yesus datang untuk kedamaian dan
keselamatan manusia, kata pastor kelahiran Italia, 19 Desember 1934 itu.
Toleransi
Mengenai keberadaan gereja itu, Yosef Selevinman,
Koordinator muda-mudi Katolik Gereja Hati Kudus, mengatakan,Sebelum konflik dan
hingga sekarang, misa dan perayaan Natal tetap dilakukan.
Pemuda kelahiran Flores Nusa Tenggara Timur ini mengakui
tujuh tahun lebih tinggal di Banda Aceh, pada awalnya agak waswas. Pasalnya dia
berdiam di wilayah yang dikenal fanatik Islam.
Malahan sebelumnya, Yosef yang ahli mereparasi sepeda motor
itu menduga tidak ada gereja di daerah paling ujung barat dari Pulau Sumatera
ini. Namun, Yosef menemukan fakta yang jauh berbeda dengan didengar atau
dibaca. Masyarakat di sini sangat toleran walaupun Aceh dinyatakan berlaku
Syariat Islam, ungkap pria berpostur sedang ini.
Keyakinan Yosef tidak berlebihan. Blak-blakan dia mengakui,
selama perayaan Natal , pihaknya tidak pernah
meminta pengawalan ketat dari pihak polisi untuk mengamankan misa atau perayaan
Natal . Memang
di depan gereja terlihat beberapa truk reo TNI atau polisi yang di badan truk
bertuliskan Allahu Akbar dalam aksara Arab. Tapi itu adalah aparat yang
mengikuti kegiatan rohani.
Sekitar satu kilometer dari Gereja Katolik Hati Kudus,
terdapat Gereja Protestan Indonesia
bagian Barat (GPIB). Di sisi kiri GPIB, terdapat Gereja Katolik Methodis. Sekitar
satu kilometer dari gereja ini, ada gereja HKBP. Semua
bangunan gereja itu masih utuh.
Kantor Departemen Agama NAD mencatat, di seluruh Aceh
terdapat 154 gereja dengan rincian di Aceh Barat (2), Aceh Utara (2), Aceh
Jeumpa (2), Sabang (2), Aceh Singkil (22), Aceh Tenggara (120), Kota Banda Aceh
(4). Naasnya, di Aceh Singkil, 17 gereja ditutup (13 Gereja Protestan dan 4
Gereja Katolik) sehingga tersisa 5 gereja untuk melayani sekitar 5.000 jamaah.
Penutupan gereja yang dilakukan oleh pemerintah daerah
setempat atas desakan warga sekitar. Alasannya, gereja tersebut didirikan di
permukiman warga yang mayoritas muslim.
Namun dalam bencana gempa bumi dan gelombang tsunami lalu,
tidak hanya bangunan gereja yang utuh. Dari beberapa tinjauan SH di lapangan, di
pantai Ulele, Lamjaneun serta Lampeuk, bangunan mesjid juga masih berdiri
kokoh, padahal rumah-rumah warga di sekitarnya hancur. Sebuah bangunan
kelenteng yang berjarak sekitar 500 meter dari Gereja Hati Kudus, juga masih
utuh.
Entah ini semua pertanda apa. Yang pasti, bencana
mengingatkan kita agar kembali kepada Sang Pencipta.
(SH/murizal hamzah)
Semoga dengan kebenaran dan kasih, dengan cinta dan
ketulusan, kita dapat menciptakan surga di dunia ini untuk diri kita dan sesama,-amin
Saat Allah Menjadi Hakim
Reviewed by jmw
on
Wednesday, September 11, 2013
Rating:
No comments:
Sopan Santun Anda Sangat Kami Hargai
" Aquila non capit muscas "