Tradisi Semana Santa Sivilla



Llevarla poquito a poco,     (Pikulah lambat-lambat)
Capataz, cortito el paso     (Hai Capataz, melangkahlah perlahan!)
Porque se ajoga de pena,   (karena kesedihan itu sangat menyesakan)
Y lleva los ojos rasos         (mata pun berkaca-kaca)
De lágrimas como perlas.    (dan mengalir airmata seperti butiran mutiara)
(…)
Lo bajaron del madero        (diturunkan Dia dari palang kayu)
Y en sábanas lo pusieron,   (dan dibaringkan Dia di atas selimut)
Su cuerpo descolorío,         (tubuhnya yang memucat)
Su madre pregunta al cielo: (Sang Bunda bertanya menengadah ke langit…)
¿Qué delito ha cometío?      (Kejahatan apa yang telah dilakukanNya?)
(potongan Saeta dari Francisco Moreno Galván, 1974)

Dalam bahasa Spanyol dan Portugis, Pekan Suci disebut sebagai Semana Santa dan di berbagai kota di Spanyol hal ini ditandai dengan prosesi mengarak paso, seperti pada gambar di atas, dari berbagai penjuru kota. Paso merupakan panggung kecil dengan patung-patung di atasnya yang menggambarkan satu episode yang dicuplik dari kisah-kisah di Alkitab.

Di Spanyol, paso-paso ini dipikul dan diarak oleh rombongan persaudaraan (hermandad) dari berbagai gereja menuju Katedral yang umumnya berada di pusat kota. Pada masa di mana Kitab Suci bagi umat Katolik hanya dapat dibaca oleh para imam dan rohaniwan, tradisi prosesi paso ini merupakan media untuk mengenalkan pada umat awam tentang kisah-kisah di Kitab Suci seperti kisah sengsara dan penyaliban Yesus. Tradisi prosesi Semana Santa ini tidak hanya ditemukan di Spanyol atau di Portugal, namun juga di berbagai penjuru dunia terutama di daerah bekas jajahan kedua negara tersebut. Di Indonesia misalnya, tradisi prosesi Semana Santa terjadi di Larantuka - Flores Timut
Los Nazarenos: para ‘terhukum’ dan Los Costaleros yang sangar



Di kota Sevilla di Andalucia - Spanyol selatan, Prosesi seminggu Semana Santa merupakan perayaan religius umat Katolik terbesar sepanjang tahun. Dimulai dari hari Minggu Palem (Domingo de Ramos) 1 April 2012 kemarin, selama seminggu penuh berbagai Persaudaraan (Hermandad atau Cofradia) yang berasal dari berbagai gereja (paroki) akan turun ke jalan melakukan prosesi atau arak-arakan. Para anggota hermandad yang disebut Los Nazarenos (yang artinya orang-orang Nazareth) akan membawa umbul-umbul, kayu salib, lilin, maupun wiruk dengan asap dupa yang tebal, dengan mengenakan kostum-kostum khas mereka yang umumnya terdiri atas jubah dan kedok bertopi kerucut yang disebut capirote.

Kostum ini konon merupakan kostum yang dipakai oleh para terhukum atau narapidana pada masa inkuisisi, sekitar abad XV-XVII di Spanyol. Pada masa itu, konon para terhukum diarak dan dipermalukan keliling kota sebelum dieksekusi. Lewat masa tersebut penggunaan kostum capirote selama Semana Santa merupakan perwujudan rasa penyesalan dan pertobatan dari mereka yang mengenakannya (para nazarenos). Bagi para nazarenos, mengikuti prosesi Semana Santa merupakan sarana menjalani penitensi atau hukuman dari dosa-dosa dan mengharapkan pengampunan yang membuat mereka layak merayakan Paskah.



Para nazarenos anggota hermandad ini sehari-harinya adalah masyarakat awam biasa yang datang dari berbagai profesi (pedagang, pegawai negeri, swasta, guru, dan sebagainya). Mereka bertemu secara berkala tidak hanya untuk melakukan aktifitas keagamaan, namun juga sosial kemasyarakatan. Menjadi nazarenos seringkali merupakan tradisi keluarga turun-temurun dan menunjukan status sosial dari keluarga yang bersangkutan.

Partisipasi dalam pertobatan lewat prosesi tidak hanya dilakukan oleh para Nazarenos tapi juga oleh para Costaleros. Costaleros merupakan anggota hermandad bertubuh kekar yang dipilih untuk memikul Paso yang bisa berbobot ratusan kilogram. Umumnya puluhan costalero disiapkan untuk satu prosesi di mana mereka akan bergiliran mengangkut paso dari gereja tempat mereka berasal sampai di Katedral di pusat kota sampai kembali lagi ke gereja asal. Proses pengangkatan paso oleh para costalero ini memerlukan latihan baris berbaris maupun pemikulan yang cukup lama agar paso dapat bergerak dengan mulus. Keserasian bermanuver para costalero diperlukan agar patung-patung kayu di atas paso yang umumnya berusia lebih dari 2 abad dan digolongkan sebagai benda-benda seni dan bersejarah tidak sampai jatuh terguling.

La Madrugada: Berjaga Bersama Yesus di Taman Jaitun
Di Sevilla, prosesi Semana Santa akan mencapai puncaknya pada hari Jumat Agung (Viernes Santo) yang disebut sebagai la Madrugada yang berarti dinihari atau subuh. Di Indonesia, tradisi ini mungkin setara dengan tradisi tuguran di Gereja Katolik, yaitu berdoa atau bermeditasi lek-lekan menemani Yesus di Taman Jaitun.

Beberapa hermandad (misalnya Macarena dan Esperanza) akan keluar pada pukul 01.00 Jumat dinihari untuk mulai berprosesi. Prosesi Jumat Agung merupakan prosesi dengan suasana yang terkhidmat karena pada hari itulah direnungkan penderitaan Yesus yang dimulai dari doa dengan tangis darah, yang diikuti oleh kisah penangkapan di Taman Jaitun, pengadilan, penyiksaan sampai dengan peristiwa penyaliban yang berujung pada kematian yang dipercayai terjadi pada pukul 15.00 Jumat siang hari.

Bunda Maria yang Menangis

Paso yang diarak, tidak hanya memperlihatkan episode-episode kisah sengsara Yesus. Maria, Ibunda Yesus mendapat tempat tersendiri dalam prosesi Semana Santa
Dalam Injil, Maria selalu digambarkan sebagai Ibu yang selalu setia menyertai sang Anak, Yesus, dalam setiap peristiwa bahkan sampai wafatnya di kayu salib. Maria yang di Spanyol dipanggil sebagai La Virgen (Sang Perawan) atau Nuestra Señora (Bunda Kami), selalu dilukiskan sebagai sosok ibu yang tidak banyak bicara namun selalu merenungkan dan menyimpan segala peristiwa yang dialaminya di dalam hatinya.
Dalam prosesi pekan Semana Santa, meditasi akan peran Maria Sang Bunda diwujudkan dalam bentuk patung Maria yang bersedih dan menangis seperti yang bisa dilihat pada perarakan Hermandad Sacramental de la Esperanza yang direkam penulis pada tautan di sini.

Saeta: Nyanyian Ratapan yang Menyayat Hati
Yang tak kalah menarik adalah tradisi menyanyikan saeta, yang contoh syairnya dapat dilihat di awal tulisan ini. Saeta merupakan puisi duka atau ratapan yang dinyanyikan dengan nada dan cengkok flamenco. Umumnya saeta dinyanyikan oleh seorang ibu dari atas balkon apartemen. Rombongan paso akan berhenti di depan balkon untuk mendengarkan saeta yang dinyanyikan secaralive dengan suara yang kuat tanpa microfon, megafon ataupun sound system lainnya.
Sangat kuat pengaruh masa kekalifahan di Andalusia. Hal ini dapat didengar dari nada saeta yang mendayu yang mengingatkan pada lantunan azan yang merdu yang dapat dilihat pada rekaman video yang diambil penulis di bawah ini.
Kata “por que” yang dilantunkan sang ibu penyanyi saeta dengan sangat panjang dan perlahan mempertanyakan “mengapa…”: mengapa ya Tuhan kau rela disesah dan disalib?


( sumber foto : joko p/kompasiana )
Tradisi Semana Santa Sivilla Tradisi Semana Santa Sivilla Reviewed by jmw on Thursday, October 03, 2013 Rating: 5

No comments:

Sopan Santun Anda Sangat Kami Hargai

" Aquila non capit muscas "

Powered by Blogger.